Erik ten Hag, manajer asal Belanda yang pernah membawa Ajax Amsterdam meraih kesuksesan besar, kini berada di bawah sorotan tajam setelah dipecat dari posisinya.
Meskipun berhasil memenangkan dua trofi selama masa jabatannya. Performa tim yang buruk di liga domestik membuat banyak pihak mempertanyakan efektivitas kepemimpinannya. Artikel ini akan mengulas perjalanan Erik ten Hag di Manchester United. Keberhasilannya meraih trofi, serta masalah yang dihadapi tim di bawah asuhannya. Dibawah ini FOOTBALL ROAR akan membahas tentang delusi Erik ten Hag yang banggakan dua Trofi tapi MU tampil sangat buruk.
Awal yang Menjanjikan
Pada awal masa jabatannya di Manchester United, Erik ten Hag membawa harapan besar dan optimisme yang tinggi. Setelah sukses besar bersama Ajax Amsterdam, di mana ia mengembangkan pemain muda dan menerapkan gaya permainan menyerang yang atraktif. Ten Hag diharapkan bisa mengembalikan kejayaan Manchester United. Musim pertamanya dimulai dengan baik, di mana ia berhasil membangun fondasi tim yang solid dan memperkenalkan filosofi permainan yang baru.
Para pemain tampak beradaptasi dengan cepat terhadap metode latihan dan taktik yang diterapkan oleh ten Hag. Hasilnya, United tampil impresif di kompetisi piala, dengan performa yang konsisten dan kemenangan-kemenangan penting yang membawa mereka ke final Piala Liga dan Liga Europa. Di Piala Liga, United menunjukkan ketangguhan mereka dengan mengalahkan tim-tim kuat seperti Manchester City dan Liverpool, sebelum akhirnya mengalahkan Chelsea di final dengan skor 2-1.
Di Liga Europa, perjalanan mereka juga tidak kalah mengesankan, dengan kemenangan atas tim-tim seperti Sevilla dan Roma, dan akhirnya mengalahkan Villarreal di final melalui adu penalti. Keberhasilan meraih dua trofi ini memberikan suntikan moral yang besar bagi tim dan para penggemar, yang mulai percaya bahwa era kejayaan United akan kembali di bawah kepemimpinan ten Hag. Namun, di balik kesuksesan ini, ada tantangan besar yang menanti di liga domestik, di mana konsistensi dan performa tim menjadi ujian sebenarnya bagi ten Hag dan skuadnya.
Keberhasilan Meraih Trofi
Keberhasilan Erik ten Hag dalam meraih dua trofi selama masa jabatannya di Manchester United tidak bisa dianggap remeh. Pada musim pertamanya, ten Hag berhasil membawa United meraih Piala Liga dan Liga Europa. Dua gelar yang sangat dinantikan oleh para penggemar setelah beberapa tahun tanpa trofi. Di Piala Liga, perjalanan United menuju final penuh dengan tantangan, namun mereka menunjukkan ketangguhan dan kualitas yang luar biasa. Mengalahkan tim-tim kuat seperti Manchester City dan Liverpool di babak-babak sebelumnya, United akhirnya bertemu dengan Chelsea di final.
Pertandingan final berlangsung ketat, namun United berhasil keluar sebagai pemenang dengan skor 2-1, berkat gol-gol dari Marcus Rashford dan Bruno Fernandes. Kemenangan ini memberikan suntikan moral yang besar bagi tim dan para penggemar, yang mulai percaya bahwa era kejayaan United akan kembali di bawah kepemimpinan ten Hag. Di Liga Europa, perjalanan United juga tidak kalah mengesankan. Mereka berhasil mengalahkan tim-tim tangguh seperti Sevilla dan Roma dalam perjalanan menuju final.
Di final, mereka bertemu dengan Villarreal, dan setelah pertandingan yang berlangsung ketat, United berhasil memenangkan adu penalti untuk meraih trofi Liga Europa. Keberhasilan ini tidak hanya menunjukkan kemampuan taktik dan manajemen ten Hag, tetapi juga semangat juang dan determinasi para pemain United. Dua trofi ini menjadi bukti bahwa ten Hag mampu membawa perubahan positif dan memberikan harapan baru bagi Manchester United, meskipun tantangan besar masih menanti di liga domestik.
Baca Juga: Lazio Tampil Dominan, Hancurkan Genoa Dengan Skor Telak 3-0
Masalah di Liga Domestik
Meskipun Erik ten Hag berhasil meraih dua trofi penting, masalah di liga domestik menjadi bayangan gelap yang terus menghantui masa jabatannya di Manchester United. Pada musim 2023/2024, United hanya mampu finis di posisi keenam, yang membuat mereka gagal lolos ke Liga Champions. Ini merupakan pukulan besar bagi klub yang memiliki ambisi besar untuk kembali ke puncak sepak bola Eropa. Musim berikutnya, performa tim semakin memburuk dengan serangkaian hasil negatif yang membuat mereka terpuruk di papan bawah klasemen.
Kekalahan telak 7-0 dari Liverpool dan kekalahan 2-1 dari West Ham United menjadi titik nadir yang memperlihatkan kelemahan tim di bawah asuhan ten Hag. Pertahanan yang rapuh, kurangnya kreativitas di lini tengah. Dan ketergantungan yang berlebihan pada beberapa pemain kunci menjadi masalah utama yang tidak kunjung terselesaikan. Selain itu, cedera yang dialami oleh beberapa pemain inti semakin memperparah situasi. Ten Hag juga menghadapi kritik tajam terkait taktik dan rotasi pemain yang dianggap tidak efektif.
Beberapa keputusan kontroversial dalam pemilihan pemain dan strategi permainan sering kali dipertanyakan oleh pengamat dan penggemar. Ketidakmampuan untuk meraih konsistensi dalam performa tim di liga domestik akhirnya menjadi faktor utama yang menyebabkan pemecatannya. Meskipun berhasil meraih kesuksesan di kompetisi piala, kegagalan untuk bersaing di liga domestik menunjukkan bahwa ada masalah mendasar yang perlu diatasi oleh Manchester United untuk kembali ke jalur kemenangan.
Kritik Terhadap Taktik dan Manajemen
Banyak kritik yang diarahkan kepada Erik ten Hag terkait taktik dan manajemen timnya selama masa jabatannya di Manchester United. Salah satu kritik utama adalah bahwa ten Hag terlalu kaku dengan formasi dan gaya permainan yang diterapkannya. Sehingga tim menjadi mudah ditebak oleh lawan. Meskipun ten Hag dikenal dengan filosofi permainan menyerang dan penguasaan bola. Pendekatan ini sering kali tidak efektif ketika menghadapi tim-tim yang bermain dengan pertahanan rapat dan serangan balik cepat. Selain itu, keputusan-keputusan kontroversial dalam pemilihan pemain dan rotasi skuad juga sering kali dipertanyakan.
Beberapa pemain kunci seperti Jadon Sancho dan Harry Maguire sering kali tidak mendapatkan kesempatan bermain yang cukup. Sementara pemain muda seperti Alejandro Garnacho dan Facundo Pellistri tidak mendapatkan bimbingan yang optimal. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan pemain dan mempengaruhi dinamika tim secara keseluruhan. Selain itu, ten Hag juga dikritik karena kurang fleksibel dalam menyesuaikan taktiknya dengan situasi pertandingan.
Ketika menghadapi kesulitan, ia sering kali tetap berpegang pada rencana awal tanpa melakukan perubahan yang diperlukan untuk mengatasi masalah di lapangan. Kurangnya adaptasi ini membuat tim kesulitan untuk bangkit dari situasi sulit dan sering kali kehilangan poin penting. Kritik lainnya adalah terkait manajemen waktu bermain pemain. Di mana beberapa pemain merasa tidak mendapatkan waktu bermain yang cukup untuk menunjukkan kemampuan mereka. Semua faktor ini berkontribusi pada performa buruk tim di liga domestik dan akhirnya mempengaruhi keputusan manajemen klub untuk memecat ten Hag.
Kesimpulan
Erik ten Hag datang ke Manchester United dengan harapan besar dan berhasil meraih dua trofi dalam waktu singkat. Namun, performa buruk di liga domestik dan masalah internal membuat masa jabatannya berakhir dengan kekecewaan. Pemecatan ten Hag menjadi momen refleksi bagi klub untuk mengevaluasi strategi dan pendekatan mereka ke depan. Dengan mencari manajer yang tepat dan memperbaiki hubungan internal. Manchester United diharapkan bisa kembali ke jalur kemenangan dan meraih kesuksesan yang lebih besar di masa mendatang.
Ikuti terus perkembangan informasi menarik yang kami suguhkan dengan akurasi dan detail penjelasan lengkap, simak penjelasan lainnya seputar bola dengan klik link footballboots68.com.